- Peresmian Griya Arkana, Kapolres Demak Wujudkan Kesejahteraan Anggota Polri
- Polres Demak Imbau Masyarakat Tidak Menggunakan Jebakan Tikus Beraliran Listrik
- Antisipasi Kepadatan dan Kecelakaan, Polres Demak Giatkan Pengaturan Lalin di Pagi Hari
- Satlantas Polres Demak Sapa Pelajar, Edukasi Tertib Lalu Lintas dan Safety Riding
- Kodim 0715/Kendal Gelar Patroli Humanis Bersama Unsur Masyarakat
- Polsek Demak Kota Gencarkan Edukasi Anti-Bullying
- Ketua FKUB dan Tokoh Agama Apresiasi Kinerja Polri dalam Penanganan Demonstrasi
- Menko Bidang PM Launching Program Aktivasi 1001 Titik Pemberdayaan Masyarakat di Kendal
- Bupati Resmikan Program Rehabilitasi Tubing Genting TJSL PLN di Desa Getas
- Ketua KNPI Demak Apresiasi Polri dalam Penanganan Aksi Massa
Idulfitri, Evaluasi, Silaturahmi
Oleh Gunoto Saparie
BEBERAPA hari lalu umat Islam baru saja merayakan Idulfitri atau Lebaran setelah sebulan berpuasa selama Ramadan. Idulfitri merupakan hari kemenangan dan menjadi kesempatan untuk menjalin dan mempererat tali silaturahmi. Disebut sebagai hari kemenangan, karena selama Ramadan kita telah melewatinya dengan sukses: berpuasa, menahan diri dari nafsu makan, minum, dan seks, serta berbagai larangan lainnya.
Selama Ramadan pula umat Islam melewatinya dengan berbagai amalan dan berupa meraih berbagai keutamaan yang ada pada Bulan Suci. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa dan menerima semua amal ibadah kita. Tentu sangat disayangkan kalau tidak sepenuhnya memanfaatkan bulan Ramadan dengan baik. Apalagi kalau banyak waktu terlewati begitu saja dan banyak amalan yang luput.
Idulfitri merupakan hari kebahagiaan bagi umat Islam yang telah maksimal melaksanakan berbagai amalan, menjalani berbagai ibadah dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin di bulan Ramadan. Pada suasana Idulfitri juga kita agaknya perlu melalukan evaluasi dan introspeksi, bagaimanakah sesungguhnya aktivitas dan kegiatan kita selama Ramadan, seperti salat tarawih, witir, tadarus Alquran, sedekah, zakat, dan lain-lain.
Baca Lainnya :
- Malam Seribu Bulan
- Ustad Dasat Latif: Tetap Berbuat Maksiat, Pasti Ada yang Salah Sholat Kita
- Ramadan dan Perekonomian Masyarakat
- Puasa Umat Sebelum Muhammad
- Menghidupkan Malam Ramadan
Harus kita akui, shaf-shaf salat di hari-hari terakhir bulan Ramadan selalu makin maju, baik pada jamaah salat fardhu maupun salat tarawih. Ini merupakan fenomena yang selalu terulang setiap tahun. Fenomena lainnya adalah, pada sepuluh hari terakhir lebih banyak orang yang menuju ke pasar atau pusat perbelanjaan dibandingkan dengan ke masjid. Padahal, seharusnya, menjelang berpisah dengan Ramadan amal ibadah kita lebih dahsyat dari sebelumnya.
Bukankah para sahabat Rasulullah Muhammad atau para ulama terdahulu menangis tersedu karena berpisah dengan Ramadan? Padahal, sehari-hari mereka begitu fokus dan khusyuk memanfaatkan setiap detik waktu Ramadan, apalagi pada sepuluh hari terakhir.
Mereka fokus, iktikaf, mengurangi tidur, semakin rajin dalam ketaatan, berupaya meraih keutamaan amalan-amalan di Bulan Suci. “Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (H.R. Muslim).
Idulfitri bermanfaat sebagai sarana untuk silaturahmi bagi kaum muslimin. Memang, dalam kondisi tertentu kegiatan silaturahmi tidak dapat dilakukan sepenuhnya secara langsung dengan berbagai sebab. Ada yang terpaksa melakukan silaturahmi secara virtual. Meskipun demikian, pada Idulfitri tahun ini kaum muslimin bernapas lega setelah pemerintah mengizinkan melakukan mudik Lebaran. Kita lihat bagaimana semarak silaturahmi di kampung halaman semakin hangat setelah penantian selama dua tahun tak mudik karena pandemi Covid-19.
TERHUBUNG DENGAN ALLAH
Mengacu pada Alquran surat an-Nisa [4] ayat 36, setelah diperintahkan untuk menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, kaum muslimin diperintahkan untuk melakukan silaturahmi kepada orangtua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Begitu pentingnya silaturahmi ini, sehingga banyak keutamaan yang akan didapatkan bagi orang-orang yang dapat melakukannya.
Silaturahmi merupakan tuntutan keimanan. Orang yang beriman mesti melakukan silaturrahmi sebagai salah satu buktinya. Nabi Muhammad bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Silaturahmi membuat orang yang melakukannya akan dipanjangkan umur dan dilapangkan rezeki. Dengan silaturahmi umur dan rezeki akan berkah. Meski tidak panjang umur, namun berkualitas dan berisi amal kebajikan. Pun dengan rezeki, meski tidak banyak namun bermanfaat dan bertambah ketaatan kepada-Nya.
Selain itu, silaturahmi akan membuat kita terhubung dengan Allah. Dengan silaturahmi, seseorang akan merasakan kebersamaan dengan-Nya. "Silaturrahmi itu tergantung di arsy (singgasana Allah) seraya berkata; 'Barang siapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barang siapa yang memutuskanku, Allah akan memutuskan hubungan dengannya'." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Silaturahmi mempermudah seseorang masuk surga. Dengan silaturahmi, seseorang akan semakin berpeluang mendapatkan surga-Nya. Dari Abu Ayyub al-Anshari RA, sesungguhnya seorang laki-laki berkata, "Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka. Maka, Nabi SAW bersabda; 'Engkau menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi'." (H.R.Bukhari dan Muslim).
Silaturahmi juga menjadi bukti ketaatan kepada Allah. Menyambung silaturahmi adalah salah satu yang diperintahkan oleh Allah, dengan menjalankan perintah-Nya seseorang taat kepada-Nya. (Q.S. Ar-Ra'd [13]:21). Di samping itu, pahala silaturahmi seperti memerdekakan budak.
Dari ummul mukminin Maimunah binti Harits RA, bahwasanya dia memerdekakan budak yang dimilikinya dan tidak memberi kabar kepada Nabi Muhammad sebelumnya, tatkala pada hari yang menjadi gilirannya, ia berkata, "Apakah engkau merasa wahai Rasulullah bahwa sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku?" Beliau bertanya, "Apakah sudah engkau lakukan?" Dia menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu niscaya lebih besar pahalanya untukmu." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sedangkan bagi orang yang memutus silaturahmi diancam tidak akan dapat masuk surga. Dari Jubair bin Muth’im RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturrahmi." (H.R. Bukhari dan Muslim). Selain itu, ancaman bagi pemutus silaturahmi adalah hukumannya akan disegerakan di dunia sebelum di akhirat.
Nabi Muhammad bersabda, "Tidak ada satu dosa yang lebih pantas untuk disegerakan hukuman bagi pelakunya di dunia bersamaan dengan hukuman yang Allah siapkan baginya di akhirat daripada baghyu (kezaliman dan berbuat buruk kepada orang lain) dan memutuskan silaturahmi." (H.R. Bukhari, Tirmidzi, Abu Dawud, dan al-Hakim).
RINDU KAMPUJG HALAMAN
Momentum Idulfitri juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melepaskan kerinduannya kepada tempat kelahiran atau kampung halaman. Kerinduan kepada kampung halaman memang merupakan fitrah dan karakteristik manusia. Setiap orang pasti akan ingat kampung halaman.
Dikisahkan, karena cintanya Nabi Muhammad terhadap kota Makkah, Rasulullah merasakan sedih meninggalkan kota tersebut. Seandainya bukan karena ada perintah hijrah, tentu Rasulullah tidak akan meninggalkan kota Makkah. Ekspresi cinta Nabi Muhammad terhadap tanah kelahirannya, terlihat dari riwayat Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi. Ia menjelaskan betapa cinta dan bangganya Muhammad pada tanah kelahirannya. Beliau mengatakan, “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini.” (H.R. Al-Tirmidzi).
Oleh karena itu, fenomena mudik--kembali ke udik--merupakan suatu hal yang wajar. Kerinduan kepada kampung halaman, orang tua, kerabat, tetangga di tempat kelahiran, sering tidak tertahankan. Bahkan untuk melampiaskan kerinduan itu, mereka seakan tidak peduli lagi dengan biaya dan risiko yang menyertai. Meskipun harus mengendarai sepeda motor bersama keluarga, menembus arus lalulintas yang padat merayap.
Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah